Puisi ~ ANTARA DUA BENUA & Puisi ~ PERTEMUAN

Ulasan Prof Madya Ampuan Dr Haji Brahim

Sebagai orang yang mempunyai darah keturunan Brunei, Penulis Norgadis Labuan dalam sajaknya berjudul “Antara Dua Benua” menyatakan kerinduan kepada sahabat dan saudara mara yang terpisah,  yang dulunya bersama hidup dalam satu negara,  dan kini sudah menjadi dua negara  yang masing-masing dibawah pemerintahan yang berlainan.   Sebagai ahli masyarakat yang mengetahui sejarah bangsanya, penulis merasa sedih atas terpisahnya  saudara mara dan sahabat handai dalam sebuah negera akibat kuasa politik pada masa itu, sehingga kebersamaan telah berakhir  yang dianggapsebagai suatu “kematian yang tragis”.

ANTARA DUA BENUA
Karya: Norgadis Labuan

Suara ombak di laut masin
menyampai desir deru
angin rindu
pada sahabat nun di seberang sana
mengimbas kenangan saat bersama
di pelantar mimpi.

Suara ombak di laut masin
mengutip kembali satu persatu
kerang kenangan di pantai muara
belari sedih… menyambut sebuah kematian tragis
dalam sejarah perpisahan
antara dua benua.

Dalam sajak Norgadis Labuan berikutnya bertajuk “Pertemuan”, Norgadis  Labuan yang merindui sanak saudara  atau kekasih di Brunei telah bertemu setelah selama 14 tahun terpisah,  dan penulis telah  menyatakan rasa syukur atas pertemuan tersebut  yang diharapkan memberikan kebahagian.  Norgadis Labuan setentunya  masih mempunyai saudara mara di Brunei  yang jarang bertemu dan dipisahkan oleh laut kehidupan dan ombak hidup dalam masa yang sentiasa berubah.  Penulis mensyukuri  limpah rahmat daripada  Allah SWT, yang telah menjadikan masing-masing dapat menjalani kehidupan dengan tekad untuk mejejaki saudara seketurunan, dan merancang pertemuan demi pertemuan   yang akan melahirkan kemesraan, kegembiraan dan  perhubungan yang harmoni.

PERTEMUAN
Karya: Norgadis Labuan

Telah empat belas tahun kita terpisah
terpisah oleh lautan yang luas
namun
simbahan rahmat dari yang esa
memberi kekuatan
untuk kita melangkah di jambatan waktu
menyingkap tabir masa
dan kita
masih lagi menggenggam tekad
menzahir wajah dan merangkul pertemuan
yang menjanjikan sebuah kebahagiaan.

23 April 2005, Brunei Darussalam.

Oleh Prof Madya Ampuan Dr Haji Brahim

Puisi ~ KATA KOTA & Puisi ~ KOTAKU

Keindahan Kota Dalam Alam Tropika - 2005
Pencarian citra keindahandalam puisi-puisi yang dikaji ini tidak terlalu sukar. Banyak puisi yang ternyata memanfaatkan keberadaan hutan tropika dan kemujuran berada dalam kawasan tropika itu. Tidak kurang pula penulis yang membicarakan keindahan itu secara tersendiri atas pengertian dan tafsiran sendiri konsep keindahan itu sendiri. Kala membicarakan puisi-puisi itu, pemakalah akan meringkaskan judul-judul buku buku berkenaan seperti berikut: Kita Kata Kota (KKK), Kota Asas Temadun Bangsa (KATB), Kota Kita Wajah Kita (KKWK), Kota Gemilang Warisan Kita (KGWK) dan Kota Budaya Citra Sejagat (KBCS). Keindahan kota secara umum...

Kata kota aku indah,
kota kata aku mewah
(Puisi "Kata Kota", Masmah Mohd Ali)

Kotaku indah tiada terbilang,
pengunjung datang berulang-ulang
(Puisi "Kotaku", Masmah Mohd Ali)

(Antologi Puisi Kota Gemilang Warisan Kita, 2004)

Oleh Raymond Majumah

Puisi ~ PULAUKU

Karya: Norgadis Labuan

Dua puluh tahun kutinggalkan pulauku
saat itu
wajahmu penuh kesyukuran
dirimu penuh kesucian
hatimu penuh ketaatan
mindamu penuh kesederhanaan

Dua puluh tahun kutinggalkan pulauku
saat itu
anak-anak belari riang
diatas tanah merah yang masih berlopak
menuju rumah tok guru belajar mengaji
berteman mukkadam dan Quran
menanam benih iman dibatas kalbu
sambil merentas sejadah malam

Dua puluh tahun kutinggalkan pulauku
saat ini
wajahmu penuh kerdipan
dirimu penuh cabaran
hatimu penuh persoalan
mindamu penuh kemajuan

Dua puluh tahun kutinggalkan pulauku
saat ini
anak-anak duduk malas disofa kereta
berjalan laju dijalan yang tidak berlopak
menuju rumah guru kelas tambahan
berteman buku matematik dan inggeris
bersama komputer bimbit sebagai kebanggaan
sambil merentas cahaya malam

Dua puluh tahun kutinggalkan pulauku
kini wajahmu tidak kukenal lagi.

Wajah-Wajah Kota Dalam Sentuhan Penyair Wanita - 2005
Peredaran masa sesungguhnya juga akan mengubah suasana. Hakikat demikian sukar diterima jika tiada kesediaan spiritual untuk menerima sebarang perubahan. Kepenyairan Masmah begitu nostalgik dan terkesan lewat puisi "Pulauku" (Antologi Puisi Kota Gemilang Warisan Kita, 2004). Malah beliau seolah-olah agak terkilan dengan perubahan pulaunya akibat peralihan modenisasi. Seolah-olah sukar bagi beliau menerima hakikat perubahan yang melanda gaya kehidupan baru di pulau yang pernah ditinggalkannya.
Oleh Rosani Hiplee

Puisi ~ BERAPA HARGA DIRI

Karya: Norgadis Labuan

Bagaimana harusku menutup auratku
dengan kain lusuhku
yang robek tak bertampal
dan busuk dihidu penghuni kota

Bagaimana harusku mengalas perutku
dengan tak berisinya kocekku
dan tangan yang kosong
yang dianggap hina penghuni kota

Malaskah aku?
sedangkan aku lahir dalam kemiskinan
jauh dari dunia akademik dan internet
jauh dari kemewahan dan kesenangan
dan dicap pengemis oleh penghuni kota

Bagaimana harusku mengubah nasibku
Sedang tiada insan sudi menggajiku
dengan kecomotan dan keperitan
yang tak berharga bagi penghuni kota

Apakah yang berharga pada diriku
untuk digadai
agar nasib bisa berubah dimata penghuni kota
namun…
tetap berharga di mata Tuhan yang esa.

Wajah-Wajah Kota Dalam Sentuhan Penyair Wanita - 2005
Puisi "Berapa Harga Diri" (Antologi Puisi Kota Gemilang Warisan Kita, 2004) memperlihatkan monolog golongan pengemis di kota. Masmah sedaya upaya untuk menyelami gelora jiwa para pengemis dalam mendepani realiti kehidupan daif seumpama itu. Sesungguhnya segala adalah takdir warisan kehidupan fakir. Ironinya mereka sebenarnya tidak punya pilihan. Malah tiada peluang dan ruang untuk mengubah nasib akibat rendahnya harga diri.
Oleh Rosani Hiplee

Puisi ~ KOTAKU

Karya: Norgadis Labuan

Kota ku indah tiada terbilang
pengunjung datang berulang-ulang
pemuda pemudi insprasi gemilang
menuju impian bertambah cemerlang

Pemuda pemudi insprasi gemilang
tanjak dipakai cukup bergaya
kota janjikan impian cemerlang
bersama menuju ke puncak jaya

Kota janjikan impian cemerlang
gadis bertudung berpegang tangan
jutaan pengunjung berkata berulang
kotaku indah tiada bandingan.

Wajah-Wajah Kota Dalam Sentuhan Penyair Wanita - 2005
Waima apa pun, Masmah tetap menyanjung anggun wajah kota lewat puisi "Kotaku" (Antologi Puisi Kota Gemilang Warisan Kita, 2004). Pada tanggapan beliau, kota adalah destinasi terindah untuk merencana, membina dan mencapai aspirasi cemerlang. Justeru itu ramai yang berkunjung tanpa putus-putus malah berulangkali.

Oleh Rosani Hiplee

Puisi ~ KATA KOTA

Karya: Norgadis Labuan

Kata kota aku indah
kota kata aku mewah
kata kota aku maju
kota kata aku mercu
kata dia kota buruk
dia kata kota miskin
kata dia kota jahil
dia kata kota bakhil.

Wajah-Wajah Kota Dalam Sentuhan Penyair Wanita - 2005
Masmah Mohd. Ali menyelami bicara kota lewat puisi "Kata Kota" (Antologi Puisi Kota Gemilang Warisan Kita, 2004). Beliau cuba memperlihatkan suatu sentuhan unik dalam dialog kota. Kononnya kota begitu kagum akan warganya. Kecemerlangan warga adalah kegemilangan kota. Tapi nyata ada pihak yang menyangkal segala kata kota. Maka terpulanglah kepada khalyak untuk mewajarkan kerasionalannya.

Oleh Rosani Hiplee

Puisi ~ DOA PENGHUNI KOTA

Karya: Norgadis Labuan

Ya Allah - di kota
Penuh cabaran, penuh dugaan ini,
Kuseru nama-Mu bersama harapanku
Gantikanlah ujian-Mu dengan bahgiaku
Aku insan kerdil
Tak sanggup aku memikul dugaan berat
Meski kecil bagi-Mu
Meski ringan pada-Mu.

Ya Allah - di kota penuh
Penuh pancaroba ini,
sungguh
Aku redha dengan dugaan-Mu selama ini
Tapi cukuplah ya Allah
Aku terlalu lemah menghadapinya.

Ya Allah - di kota
Pelbagai ujian
Aku tak pernah engkar suruhan-Mu
Aku tak pernah lupa akan ujud-Mu
Aku tak pernah leka segala nikmat-Mu.

Sesungguhnya ya Allah
aku takut
Aku takut siapalah aku
Andainya aku tak mampu
Berdiri teguh
bersama ujianMu.

Randau Puisi 2003
Dalam puisi "Doa Penghuni Kota" (Antologi Puisi Kita Kata Kota, 2001) karya Norgadis Labuan, kita dapat menelusuri rasa kegelisahan penyair terhadap kehidupan di Kota. Sebagai insan kerdil, penyair berasa tertekan dengan cabaran kehidupan di kota. Seolah-olah penyair tak sanggup lagi menghadapi cabaran tersebut dan memohon kepada Tuhan untuk membantunya.

Oleh Matlin Bin Dullah

Google Translate