Karya: Norgadis Labuan
Bagaimana harusku menutup auratku
dengan kain lusuhku
yang robek tak bertampal
dan busuk dihidu penghuni kota
Bagaimana harusku mengalas perutku
dengan tak berisinya kocekku
dan tangan yang kosong
yang dianggap hina penghuni kota
Malaskah aku?
sedangkan aku lahir dalam kemiskinan
jauh dari dunia akademik dan internet
jauh dari kemewahan dan kesenangan
dan dicap pengemis oleh penghuni kota
Bagaimana harusku mengubah nasibku
Sedang tiada insan sudi menggajiku
dengan kecomotan dan keperitan
yang tak berharga bagi penghuni kota
Apakah yang berharga pada diriku
untuk digadai
agar nasib bisa berubah dimata penghuni kota
namun…
tetap berharga di mata Tuhan yang esa.
Wajah-Wajah Kota Dalam Sentuhan Penyair Wanita - 2005
Puisi "Berapa Harga Diri" (Antologi Puisi Kota Gemilang Warisan Kita, 2004) memperlihatkan monolog golongan pengemis di kota. Masmah sedaya upaya untuk menyelami gelora jiwa para pengemis dalam mendepani realiti kehidupan daif seumpama itu. Sesungguhnya segala adalah takdir warisan kehidupan fakir. Ironinya mereka sebenarnya tidak punya pilihan. Malah tiada peluang dan ruang untuk mengubah nasib akibat rendahnya harga diri.
Oleh Rosani Hiplee
Tiada ulasan:
Catat Ulasan